Wakaf Tunai

Oleh : Inna Nur Mukhsinin
Pendahuluan

Wakaf tunai merupakan salah satu ubadah yang disyariatkan agama islam kepada kaum muslim dan muslimat dengan menahan harta untuk diwakafkan dan menyedekahkan manfaan dijalan Allah. Wakaf juga merupakan salah satu lembaga sosial ekonomi islam yang memiliki potensi yang besar dan mempunyai peranan yang penting dalam membangun masyarakat bahkan dalam pembangunan peradaban islam.
Dengan semakin majunya zaman, maka muncullah bentuk atau jenis wakaf yang baru, yaitu wakaf tunai atau wakaf produltif yang berupa benda bergerak yang mana wakaf itu belum banyak diketahui oleh masyarakat luas secara keseluruhan mulai dari cara bahkan hukumnya. Karna pada umumnya masyarakat kita hanya mengenal wakaf benda yang tidak bergerak beruapa tanah atau bangunan yang diguanakan untuk keperluan pendidikan ( sekolah, universiata dan poondok pesantren ) dan ibadah ( masjid )
Wakaf tunai diklola secara produktif  untuk kegiatan-kegiatan ekonomi yang bernilai tinggi dan hasilnya untuk kesejahteraan umat dan meminimalkan tingkat kemiskinan dan pengannguran di masyarakat. Para ulama berselisih pendapat tentang hukum wakaf tunai karena syarat dari harta yang diwakafkan harus tahan lama dan kekal zatnya sehingga mendatangkan manfaat yang besar bagi masyarakat. Sedangkan uang akan habis ketika dibelanjakan.
Di zaman modern ini, salah satu bentuk dan gerakan wakaf yang banyak mendapat perhatian para cendikiawan dan ulama adalah cash waqf (wakaf tunai). Wakaf tunai (Cash Wakaf/waqf al-nuqud) adalah wakaf yang diberikan oleh Muwakif/Wakif (orang yang berwakaf) dalam bentuk uang tunai yang diberikan kepada lembaga pengelola wakaf (Nadzir) untuk kemudian dikembangkan dan hasilnya untuk kemaslahatan umat. sementara pokok wakaf tunainya tidak boleh habis sampai kapanpun.


Pembahasan:
A. Pengertian Wakaf Tunai
Waqaf, berasal dari bahasa Arab al-waqf bentuk masdar (kata benda) dari kata kerja waqafa yang berarti menahan, mencegah, menghentikan dan berdiam di tempat. Kata al-waqf juga semakna dengan al-habs bentuk masdar dari kata kerja habasa, dan istilah waqf pada awalnya menggunakan kata “alhabs”, hal tersebut diperkuat dengan adanya riwayat hadist yang menggunakan istilah al habs untuk waqf, tapi kemudian yang berkembang adalah istilah waqf dibanding istilah al-habs, kecuali orang-orang Maroko yang masih mengunakan istilah al habs untuk waqf sampai saat ini.
Dr Mundzir Qohf mendefinisikan dengan bahasa kontemporer, wakaf adalah penahan harta, baik muabbad (untuk selamanya) atau muaqqat (sementara), untuk dimanfaatkan, baik harta tersebut maupun hasilnya, secara berulang-ulang untuk suatu tujuan kemaslahatan umum atau khusus. Dalam bagian lain beliau mengistiahkan, wakaf dalam artian umum dan menurut pengertian realitasnya adalah menempatkan harta dan aset produktif terpisah dari tasharruf (pengelolaan) pemiliknya secara langsung terhadap harta tersebut serta mengkhususkan hasil atau manfaatnya untuk tujuan kebajikan tertentu, baik yang bersifat perorangan, sosial, keagamaan maupun kepentingan umum.
Menurut Prof. DR. M.A. Mannan, wakaf ialah suatu yang subtansi (wujudnya aktiva)-nya dipertahankan, sementara hasil/ manfaatnya digunakan sesuai dengan keinginan dari orang yang menyerahkan (pewakaf/ waqif), dengan demikian wakaf berarti proses legal oleh seseorang yang melakukan amal nyata yang besar.[1]
Sedangkan dalam redaksi Undang-Undang Wakaf No. 41 tahun 2004 , menyebutkan sebagai berikut: ” Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakannya untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran agama Islam ”. Definisi ini juga seperti yang didefinisikan dalam kompilasi hukum islam di Indonesia. Dari pengertian-pengertian diatas KH. Didin Hafiduddin menarik kesimpulan bahwa unsur-unsur wakaf itu terdiri dari :
·         Orang yang berwakaf (wakif) yaitu pemilik harta benda yang diwakafkan.
·         Harta yang diwakafkan ( mauqif bihi)
·         Tujuan wakaf atau mauquf 'alaihi.
·         Pernyataan wakaf atau shighat atau ikrar wakaf.[2]
B. Landasan Wakaf Tunai
Sebagaimana kita ketahui bahwa wakaf tunai dalam era kini terkesan sangat baru, sehingga membutuhkan sosialisasi yang sangat mendasar terhadap pemahaman masyarakat tentang wakaf tunai tersebut. Pemahaman atau paradigma masyarakat ialah tentang landasan hukum wakaf yang selama ini hanya dipahami sebagai benda yang tetap atau tidak bergerak. Para ulama mengemukakan beberapa ayat yang sifatnya umum yang dijadikan landasan hukum wakaf, antaranya ialah :
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan berbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. (QS. Al Hajj ayat 77)
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali Imran ayat 92).
Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah segala amal perbuatannya, kecuali tiga; shadaqah jariah, ilmu yang dimanfaatkan, dan anak shalih yang mendoakannya. (HR. Muslim dari Abu Hurairah).
Para ulama menafsirkan kata-kata shadaqah jariah yang akan terus mengalir pahalanya dalam hadist tersebut dengan wakaf. Nash nash diatas merupakan nash yang jelas yang secara khusus dijadikan landasan utama adanya syari'ah wakaf. [3]
Imam Az Zuhri (wafat tahun 124 H) memberikan fatwa yang membolehkan wakaf diberikan dalam bentuk uang, yang saat itu berupa dinar dan dirham, untuk pembangunan sarana dakwah, sosial dan pembangunan umat. Ulama mahzab Hanafiyah membolehkan wakaf uang, dan sebagian ulama syafi'iyah membolehkan wakaf uang (dinar dan dirham). Kemudian, istilah wakaf tunai tersebut kembali dipopulerkan oleh Prof. DR. M.A Mannan, seorang pakar ekonomi syariah asal Bangladesh, melalui pendirian Social Investment Bank (SIB), bank yang berfungsi mengelola dana wakaf. Di Indonesia, wakaf tunai bukan merupakan masalah lagi. Pada tanggal 11 Mei 2002 Komisi Fatwa MUI telah menetapkan fatwa tentang wakaf uang, yang isinya ialah sebagai berikut :
1. Wakaf uang (cash wakaf/ waqf al nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai.
2. Termasuk kedalam pengertian uang ialah surat-suarat berharga.
3. Wakaf uang hukumnya jawaz (boleh)
4. Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar'i.
5. Nilai pokok wakaf uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan dan atau diwariskan.[4]
Selain fatwa tersebut diatas yang menjamin legalitasnya secara hukum Islam, maka secara hukum positif di Indonesia wakaf tunai telah diatur juga dalam undang undang wakaf nomor 41 tahun 2004 dalam pasal 16 ayat 1 dan 3 yang berbunyi sebagai berikut :
Pasal 16
1. Harta benda wakaf terdiri dari:
·         benda tidak bergerak; dan
·         benda bergerak.
2. Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi:
·         uang;
·         logam mulia;
·         surat berharga;
·         kendaraan;
·         hak atas kekayaan intelektual;
·         hak sewa; dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang.undangan yang berlaku.
Dengan demikian jelas bagi kita tentang landasan wakaf tunai, baik secara hukum Islam maupun hukum positif yang ada di Indonesia.
C. Pengelolaan Wakaf Tunai
Dalam undang-undang nomor 41 tahun 2004 tentang wakaf, disebutkan bahwa wakaf benda bergerak yang berupa uang disalurkan melalui lembaga keuangan syari'ah hal ini dimaksudkan untuk menjamin uang, serta kepercayaan terhadap lembaga keuangan syari'ah serta keprofesionalannya. Dalam pasal 28 disebutkan :
"Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri".
Lembaga keuangan syariah dapat menjamin kondisi uang, hal ini karena ada penjaminannya dari pemerintah. Imam az Zuhri (wafat 124 H) salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al hadits memfatwakan, dianjurkan wakaf dinar dan dirham untuk pembangunan sarana dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Adapun caranya adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf. Lembaga ini dapat menginvestasikan wakaf uang ini kedalam berbagai bentuk investasi. Diantara investasinya ialah kredit mikro dan investasi perusahaan kecil, investasi industri kerajinan, peternakan, dan industri berat sekalipun.
Adapun sebagai bukti bahwa wakif telah mewakafkan uangnya kepada Lembaga Keuangan syariah maka ia akan mendapatkan setifikat wakaf tunai yang diterbitkan oleh lembaga keuangan syariah yang merupakan bukti bahwa telah terjadi wakaf uang. Hal ini ditegaskan dalam pasal 29 ayat 2 dan 3 undang undang wakaf tahun 2004 sebagai berikut :
2. Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
3. Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf .
Adapun manfaat wakaf tunai yang diutarakan M. Syafei Antonio ada empat; Pertama, seseorang yang memiliki dana terbatas sudah bisa mulai memberikan dana wakafnya tanpa harus menunggu menjadi tuan tanah terlebih dahulu. Kedua, melalui wakaf uang, aset-aset wakaf yang berupa tanah-tanah kosong bisa mulai dimanfaatkan dengan pembangunan gedung atau diolah untuk lahan pertanian. Ketiga, dana wakaf tunai juga bisa membantu sebagian lembaga-lembaga pendidikan Islam. Keempat, insya Allah, umat Islam dapat lebih mandiri dalam mengembangkan dunia pendidikan tanpa harus terlalu tergantung pada anggaran pendidikan negara yang memang semakin lama semakin terbatas.[5]
D. Sejarah wakaf tunai
Dalam sejarah Islam, cash waqf berkembang dengan baik pada zaman Bani Mamluk dan Turki Usmani. Namun baru belakangan ini menjadi bahan diskusi yang intensif di kalangan para ulama dan pakar ekonomi Islam. Dalam sejarah Islam, wakaf tunai sudah dipraktekkan sejak abad kedua Hijriyah. Diriwayatkan oleh Imam Bukhari bahwa Imam az Zuhri (wafat 124 H), salah seorang ulama terkemuka dan peletak dasar tadwin al-hadits, memberikan fatwanya untuk berwakaf dengan Dinar dan Dirham agar dapat dimanfaatkan sebagai sarana pembangunan, dakwah, sosial, dan pendidikan umat Islam. Cara yang dilakukan adalah dengan menjadikan uang tersebut sebagai modal usaha (modal produktif) kemudian menyalurkan keuntungannya sebagai wakaf. Kebolehan wakaf tunai juga dikemukakan oleh Mazhab Hanafi dan Maliki. Bahkan sebagian ulama Mazhab Syafi’iy juga membolehkan wakaf tunai sebagaimana yang disebut Al-Mawardy, ”Abu Tsaur meriwayatkan dari Imam Syafi’iy tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham”.[6]
E. Pendapat Ulama Tentang Wakaf Tunai
Imam Bukhori berpendapat untuk memperbolehkan wakaf tunai,  dengan cara merubahnya dengan dinar dan dirham sebagai modal dalam perdagangan.
Madzhab Hanafi berpendapat bahwa untuk membolehkan wakai tunai sama seperti imam bukhori.
Imam Maliki membolehkan wakaf uang seperti dibolehkannya wakaf tunai.
Imam Syafi’I berpendapat bahwa wakaf tunai dilarang karna dirham dan dinar akan habis ketika ditinggalkan.
Ali abdu din melarang wakaf tunai.
Didin Hafidz berpendapat bahwa wakaf tunai boleh seperti pendapat imam syafi’i. dengan syarat dirham dan dinar tetap utuh.
Penutup
Dengan krisis yang dialami oleh Indonesia, maka wakaf tunai ini dapat menjadi salah satu instrumen dalam program pengentasan kemiskinan. Karena dengan wakaf tunai arahnya adalah wakaf menjadi produktif dan hasilnya dapat dimanfaatkan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan dan di bawah garis kemiskinan. Seseorang yang memiliki uang atau dana yang terbatas pun dapat melaksanakan wakaf tunai ini dengan kemampuannya.
Dari pembahasan diatas maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwasanya wakaf tunai bukan merupakan hal yang baru bagi islam karna wakaf tunai telah berkembang sejak bani mamluk dan turki usmani, dan  di negri kita sendiri memang merupakan hal yang baru, tapi semua itu telah diatur dalam undang-undang dan telah diputuskan bahwasanya hukum dari wakaf tunai itu sendiri jawaz (boleh)
Daftar pustaka
Antonio Syafii, Cash Waqf Dan Anggaran Pendidikan, Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan, Bimas dan Haji DEPAG RI, Jakarta, 2004.
Hafidhuddin Didin, M. Sc, Wakaf Uang Dalam Pandangan Syariat Islam, Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan, Bimas dan Haji DEPAG RI, Jakarta, 2004.
Hasanah Huswatun, Strategi Pengelolaan Wakaf Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Umat, Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan (artikel), Bimas dan Haji DEPAG RI, Jakarta, 2004.
Manan, Serifikat Wakaf Tunai, Ciber PKTTI UI, Depok, 2001.
http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/hikmah/413-wakaf-tunai-.html
http://rumahsugi.blogspot.com/2007/12/wakaf-tunai-dasar-dan-konsep.html
http://suhrawardilubis.multiply.com/journal/item/9?&show_interstitial=1&u=%2Fjournal%2Fitem
http://www.facebook.com/topic.php?uid=335472618297&topic=13108
http://zanikhan.multiply.com/journal/item/624



Lampiran



Keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia
Tentang
Wakaf Uang 
KEPUTUSAN FATWA 
KOMISI FATWA MAJELIS ULAMA INDONESIA 
Tentang
WAKAF UANG
 
Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia setelah
Menimbang : 
1.    bahwa bagi mayoritas umat Islam Indonesia, pengertian wakaf yang umum diketahui, antara lain, adalah:
yakni "menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tesebut, disalurkan pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada, "(al-Ramli. Nihayah al-Muhtaj ila Syarh al-Minhaj, [Beirut: Dar alFikr, 1984], juz V, h. 357; al-Khathib al-Syarbaini. Mughni al-Muhtaj, [Beirut: Dar al-Fikr, t.th], juz II, h. 376);
atau "Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya guna kepentingan ibadat atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam" dan "Benda wakaf adalah segala benda, balk bergerak atau tidak bergerak, yang memiliki daya tahan yang tidak hanya sekali pakai dan bernilai menurut ajaran Islam" (Kompilasi Hukum Islam di Indonesia. Buku III, Bab I, Pasal 215, (1) dan (4)); sehingga atas dasar pengertian tersebut, bagi mereka hukum wakaf uang (waqf al-nuqud, cash wakaf) adalah tidak sah; 
2.    bahwa wakaf uang memiliki fleksibilitas (keluwesan ) dan kemaslahatan besar yang tidak dimiliki oleh benda lain; 
3.    bahwa oleh karena itu, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia memandang perlu menetapkan fatwa tentang hukum wakaf uang untuk dijadikan pedoman oleh masyarakat.
Mengingat : 
1.    Firman Allah SWT :
"Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaijakan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya "(QS. Ali Imron [3]:92). 
2.    Firman Allah SWT :
"Perumpamaan (nafkah yang dikeluar-kan oleh) orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir.• seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. Orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati " (QS. al-Baqarah [2].261-262). 
3.    Hadis Nabis s.a.w.:
"Diriwayatkan dari Abu Hurairah r:a. bahwu Rasulullah s.a.w. bersabda, "Apabila manusia meninggal dunia, terputuslah (pahala) amal perbuatannya kecuali dari tiga hal, yaitu kecuali dari sedekah jariyah (wakaf), ilmu yang dimanfaatkan, atau anak shaleh yang mendoakannya " (H.R. Muslim, alTirmidzi, al-Nasa' i, dan Abu Daud). 
4.    Hadis Nabi s.a.w.:
'Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. bahwa Umar bin alKhaththab r. a. memperoleh tanah (kebun) di Khaibar; lalu ia datang kepada Nabi s.a.w untuk meminta petunjuk mengenai tanah tersebut. Ia herkata, "Wahai Rasulullah.' Saya memperoleh tanah di Khaibar; yang belum pernah saya peroleh harta Yang lebih haik bagiku melebihi tanah tersebut; apa perintah Engkau (kepadaku) mengenainya? " Nabi s. a. w menjawab: "Jika mau, kamu tahan pokoknya dan kamu sedekahkan (hasil)-nya. " Ibnu Umar berkata, "Maka, Umar menyedekahkan tanah tersebut, (dengan men ysaratkan) bahwa tanah itu tidak dijual, tidak dihibahkan, dan tidak diwariskan. Ia menyedekahkan (hasil)-nya kepada fugara, kerabat, riqab (hamba sahaya, orang tertindas), sabilillah, ibnu sabil, dan tamu. Tidak berdosa atas orang yang mengelolanya untuk memakan diri (hasil) tanah itu secara ma 'ruf (wajar) dan memberi makan (kepada orang lain) tanpa menjadikannya sebagai harta hak milik. " Rawi berkata, "Sava menceritakan hadis tersebut kepada Ibnu Sirin, lalu ia herkata 'ghaira muta'tstsilin malan (tanpa menyimpannya sebagai harta hakmilik) '. "(H.R. al-Bukhari, Muslim, al-Tarmidzi, dan al Nasa'i). 
5.    Hadis Nabi s.a.w.:
Diriwayatkan dari Ibnu Umar r. a.; ia berkata, Umar r a. berkata kepada Nabi s. a. w., "Saya mempunyai seratus saham (tanah, kebun) di Khaibst, belum pernah saya mendapatkan harta yang lebih saya kagumi melebihi tanah itu; saya bermaksud menyedekahkannya. " Nabi s.a.w berkata "Tahanlah pokoknya dan sedekahkan buahnya pada sabilillah. "(H.R. al-Nasa' i). 
6.    Jabirr.a. berkata :
"Tak ada seorang sahabat Rasul pun yang memiliki kemampuan kecuali berwakaf/. " (lihat Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wu Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, hi. 157; al-Khathib al-Syarbaini, Mughni al-Muhtaj. [Beirut: Dar al-Fikr, t.th', jus II, h. 376).
Memperhatikan : 
1.    Pendapat Imam al-Zuhri (w. 124H.) bahwa mewakafkan dinas hukumnya boleh, dengan cara menjadikan dinar tersebut sebagai modal usaha kemudian keuntungannya disalurkan pada mauquf 'alaih (Abu Su'ud Muhammad. Risalah fi Jawazi Waqf al-Nuqud, [Beirut: Dar Ibn Hazm, 1997], h. 20-2 1). 
2.    Mutaqaddimin dari ulaman mazhab Hanafi (lihat Wahbah al-Zuhaili, al Fiqh al-Islam wa Adillatuhu, [Damsyiq: Dar al-Fikr, 1985], juz VIII, h. 162) membolehkan wakaf uang dinar dan dirham sebagai pengecualian, atas dasar Istihsan bi al-'Urfi, berdasarkan atsar Abdullah bin Mas'ud r.a:
"Apa yang dipandang baik oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah adalah baik, dan apa yang dipandang buruk oleh kaum muslimin maka dalam pandangan Allah pun buruk". 
3.    Pendapat sebagian ulama mazhab al-Syafi'i:
"Abu Tsyar meriwayatkan dari Imam al-Syafi'i tentang kebolehan wakaf dinar dan dirham (uang)" (alMawardi, al-Hawi al-Kabir, tahqiq Dr. Mahmud Mathraji, [Beirut: Dar al-Fikr,1994[, juz IX,m h. 379). 
4.    Pandangan dan pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu, tanggal 23 Maret 2002,. antara lain tentang perlunya dilakukan peninjauan dan penyempurna-an (pengembangan) definisi wakaf yang telah umum diketahui, dengan memperhatikan maksud hadis, antara lain, riwayat dari Ibnu Umar (lihat konsideran mengingat [adillah] nomor 4 dan 3 di atas : 
5.    Pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada Sabtu, tanggal 11 Mei 2002 tentang rumusan definisi wakaf sebagai berikut: yakni "menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram) yang ada," 
6.    Surat Direktur Pengembangan Zakat dan Wakaf Depag, (terakhir) nomor Dt.1.IIU5/BA.03.2/2772/2002, tanggal 26 April 2002.

MEMUTUSKAN 
Menetapkan : FATWA TENTANG WAKAF UANG 
Pertama : 
1.    Wakaf Uang (Cash Wakaf/Wagf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk uang tunai. 
2.    Termasuk ke dalam pengertian uang adalah surat-surat berharga. 
3.    Wakafuang hukumnya jawaz (boleh) 
4.    Wakaf uang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar' ia 
5.    Nilai pokok Wakaf Uang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.
Kedua : 
Fatwa ini berlaku sejak ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diperbaiki dan disempurnakan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan : 
Jakarta, 28 Shafar 1423H 
11 Mei 2002 M


UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR  41  TAHUN 2004
TENTANG
WAKAF

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
,
Menimbang :    
    a.    bahwa lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum;
    b.    bahwa wakaf merupakan perbuatan hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan;
    c.    bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, dipandang perlu membentuk Undang-Undang tentang Wakaf;

Mengingat     :     Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, Pasal 29, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
Dengan persetujuan bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN  :
Menetapkan    :    UNDANG-UNDANG TENTANG WAKAF.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1.    Wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan/atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah. 
2.    Wakif adalah pihak yang mewakafkan harta benda miliknya.
3.    Ikrar Wakaf adalah pernyataan kehendak wakif yang diucapkan secara lisan dan/atau tulisan kepada Nazhir untuk mewakafkan harta benda miliknya.
4.    Nazhir adalah pihak yang menerima harta benda wakaf dari Wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
5.    Harta Benda Wakaf adalah harta benda yang memiliki daya tahan lama dan/atau manfaat jangka panjang serta mempunyai nilai ekonomi menurut syariah yang diwakafkan oleh Wakif.
6.    Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf, selanjutnya disingkat PPAIW, adalah pejabat berwenang yang ditetapkan oleh Menteri untuk membuat akta ikrar wakaf.
7.    Badan Wakaf Indonesia adalah lembaga independen untuk mengembangkan perwakafan di Indonesia.
8.    Pemerintah adalah perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas Presiden beserta para menteri.
9.    Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang agama.
BAB II
DASAR-DASAR WAKAF

Bagian Pertama
Umum

Pasal 2
Wakaf sah apabila dilaksanakan menurut syariah.
Pasal 3
Wakaf yang telah diikrarkan tidak dapat dibatalkan.
Bagian Kedua
Tujuan dan Fungsi Wakaf

Pasal 4
Wakaf bertujuan memanfaatkan harta benda wakaf sesuai dengan fungsinya.
Pasal 5
Wakaf berfungsi mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.
Bagian Ketiga
Unsur Wakaf

Pasal 6
Wakaf dilaksanakan dengan memenuhi unsur wakaf sebagai berikut :
a.    Wakif;
b.    Nazhir;
c.    Harta Benda Wakaf;
d.    Ikrar Wakaf;
e.    peruntukan harta benda wakaf;
f.    jangka waktu wakaf.
Bagian Keempat
Wakif

Pasal 7
Wakif meliputi  :
a.    perseorangan;
b.    organisasi;
c.    badan hukum.
Pasal 8
(1)    Wakif perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi persyaratan :
a.    dewasa;
b.    berakal sehat; 
c.    tidak terhalang melakukan perbuatan hukum; dan
d.    pemilik sah harta benda wakaf.
(2)    Wakif organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan.
(3)    Wakif badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c hanya dapat melakukan wakaf apabila memenuhi ketentuan badan hukum untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.
Bagian Kelima
Nazhir

Pasal 9
Nazhir meliputi :
a.     perseorangan;
b.     organisasi; atau
c.     badan hukum.
Pasal 10
(1)    Perseorangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
a.    warga negara Indonesia;
b.    beragama Islam;
c.    dewasa;
d.    amanah;
e.    mampu secara jasmani dan rohani;  dan
f.    tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
(2)    Organisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
a.    pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b.     organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
(3)    Badan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf c hanya dapat menjadi Nazhir apabila memenuhi persyaratan :
a.    pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b.    badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan
c.    badan hukum yang bersangkutan bergerak di bidang sosial, pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Pasal 11
Nazhir mempunyai tugas :
a.    melakukan pengadministrasian harta benda wakaf;
b.    mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi, dan peruntukannya;
c.    mengawasi dan melindungi  harta benda wakaf;
d.    melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 12
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir dapat menerima imbalan dari  hasil bersih  atas pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang besarnya tidak melebihi 10% (sepuluh persen).
Pasal 13
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Nazhir memperoleh pembinaan dari Menteri dan Badan Wakaf Indonesia.
Pasal 14
(1)    Dalam rangka pembinaan sebagaimana dimaksud dalam  Pasal 13, Nazhir harus terdaftar pada Menteri dan Badan Wakaf Indonesia. 
(2)    Ketentuan lebih lanjut mengenai Nazhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13, diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Keenam
Harta Benda Wakaf

Pasal 15
Harta benda wakaf hanya dapat diwakafkan apabila dimiliki dan dikuasai oleh Wakif secara sah.
Pasal 16
(1)    Harta benda wakaf terdiri dari :
a.    benda tidak bergerak; dan
b.    benda bergerak.
(2)    Benda tidak bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi :
a.    hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
b.    bangunan atau bagian bangunan yang berdiri di atas tanah sebagaimana dimaksud pada huruf a;
c.    tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah; 
d.    hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e.    benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(3)    Benda bergerak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah harta benda yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi :
a.    uang;
b.    logam mulia;
c.    surat berharga;
d.    kendaraan;
e.    hak atas kekayaan intelektual;
f.    hak sewa; dan
g.    benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Bagian Ketujuh
Ikrar Wakaf

Pasal 17
(1)    Ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nadzir di hadapan PPAIW dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
(2)    Ikrar Wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dinyatakan secara lisan dan/atau tulisan serta dituangkan dalam akta ikrar wakaf oleh PPAIW.
Pasal 18
Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakaf karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, Wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang  diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.
Pasal 19
Untuk dapat melaksanakan ikrar wakaf, wakif atau kuasanya menyerahkan surat dan/atau bukti kepemilikan atas harta benda wakaf kepada PPAIW.
Pasal 20
Saksi dalam ikrar wakaf harus memenuhi persyaratan :
a.    dewasa;
b.    beragama Islam;
c.    berakal sehat;
d.    tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Pasal 21
(1)    Ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf.
(2)    Akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat :
a.     nama dan identitas Wakif;
b.     nama dan identitas Nazhir;
c.     data dan keterangan harta benda wakaf;
d.     peruntukan harta benda wakaf;
e. jangka waktu wakaf.
(3)    Ketentuan lebih lanjut mengenai akta ikrar wakaf sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedelapan
Peruntukan Harta Benda Wakaf

Pasal 22
Dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda wakaf hanya dapat diperuntukan bagi :
a.    sarana dan kegiatan ibadah;
b.    sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan;
c.    bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa;
d.    kemajuan dan peningkatan ekonomi umat; dan/atau 
e.    kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.
Pasal 23
(1)    Penetapan peruntukan harta benda wakaf sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 dilakukan oleh Wakif  pada pelaksanaan ikrar wakaf.
(2)    Dalam hal Wakif tidak menetapkan peruntukan harta benda wakaf, Nazhir dapat menetapkan peruntukan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.
Bagian Kesembilan
Wakaf dengan Wasiat

Pasal 24
Wakaf dengan wasiat baik secara lisan maupun secara tertulis hanya dapat dilakukan apabila disaksikan oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.
Pasal 25
Harta benda wakaf yang diwakafkan dengan wasiat paling banyak 1/3 (satu pertiga) dari jumlah harta warisan setelah dikurangi dengan utang pewasiat, kecuali dengan persetujuan seluruh ahli waris.
Pasal 26
(1)    Wakaf dengan wasiat dilaksanakan oleh penerima wasiat setelah pewasiat yang bersangkutan meninggal dunia.
(2)    Penerima wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertindak sebagai kuasa wakif.
(3)    Wakaf dengan wasiat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan tata cara perwakafan yang diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 27
Dalam hal wakaf dengan wasiat tidak dilaksanakan oleh penerima wasiat, atas permintaan pihak yang berkepentingan, pengadilan dapat memerintahkan penerima wasiat yang bersangkutan untuk melaksanakan wasiat.
Bagian Kesepuluh
Wakaf Benda Bergerak Berupa Uang

Pasal 28
Wakif dapat mewakafkan benda bergerak berupa uang melalui lembaga keuangan syariah yang ditunjuk oleh Menteri.
Pasal 29
(1)    Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dilaksanakan oleh Wakif dengan pernyataan kehendak Wakif yang dilakukan secara tertulis.
(2)    Wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan dalam bentuk sertifikat wakaf uang.
(3)    Sertifikat wakaf uang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diterbitkan dan disampaikan oleh lembaga keuangan syariah kepada Wakif dan Nazhir sebagai bukti penyerahan harta benda wakaf.
Pasal 30
Lembaga keuangan syariah atas nama Nazhir mendaftarkan harta benda wakaf berupa uang kepada Menteri selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak diterbitkannya Sertifikat Wakaf Uang.
Pasal 31
Ketentuan lebih lanjut mengenai wakaf benda bergerak berupa uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, dan Pasal 30 diatur dengan Peraturan Pemerintah.



[1] Prof.Dr.M.A. Manan, Serifikat Wakaf Tunai, Ciber PKTTI UI, Depok, 2001. hal. 30.
[2] DR. KH. Didin Hafidhuddin, M. Sc, Wakaf Uang Dalam Pandangan Syariat Islam, Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan, Bimas dan Haji DEPAG RI, Jakarta, 2004. hal. 194.
[3] Ibid. hal 196.
[4] Dikutip dari artikel : Huswatun Hasanah, Strategi Pengelolaan Wakaf Dalam Meningkatkan Kesejahteraan Umat, Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan, Bimas dan Haji DEPAG RI, Jakarta, 2004. hal. 124
[5] M. Syafii Antonio, Cash Waqf Dan Anggaran Pendidikan, Kumpulan Hasil Seminar Perwakafan, Bimas dan Haji DEPAG RI, Jakarta, 2004. hal. 212.
[6] http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/hikmah/413-wakaf-tunai-.html

search